Tradisi Kuda Kosong di Cianjur - Sebagai negara yang kaya akan seni dan budaya, nenek
moyang Indonesia mewarisi kebudayaan-kebudayaan berupa tradisi, upacara adat,
tarian-tarian tradisional dan masih banyak lagi kesenian lainnya. Kebudayaan-kebudayaan
tersebut mencerminkan kehidupannya pada zaman dulu kala, seperti beribadah atau
berdoa, mengucap rasa syukur, bertanam dan lainnya. Untuk terus dapat
melestarikan kebudayaan warisan nenek moyang tersebut, sekarang ini
kebudayaan-kebudayaan masih digelar atau dipertunjukan pada perayaan-perayaan
tertentu. Sebagai contoh Parade Kuda Kosong dari Cianjur, tradisi seni dan
budaya yang asli dari Cianjur ini biasanya digelar setiap setahun sekali,
biasanya digelar oada perayaan hari jadi kota Cianjur yaitu pada tanggal 12
juli dan acara-acara yang bersangkutan dengan Kabupaten Cianjur.
Karena jarang digelar, Parade Kuda Kosong menjadi
salah satu kebudayaan yang terancam hilang dari pelestariannya, tidak sedikit
di kalangan pemuda dan remaja banyak yang asing dengan Parade Kuda Kosong ini.
Namun sebagai pelestariannya Kuda Kosong selalu menjadi suatu kesenian yang
wajib dipertunjukan pada pagelaran-pagelaran yang menyangkut di Cianjur.
Parade Kuda Kosong ini sebenarnya sudah ada sejak
zaman dulu. Seperti hal nya sekarang ini, Kuda Kosong selalu digelar pada
setiap uacara kenegaraan cianjur. Tujuannya sendiri yaitu untuk mengenang
sejarah perjuangan pada Bupati Cianjur tempo dulu. Saat itu Cianjur dijabat
oleh Bupati RA Wiratanu II, bupati diwajibkan menyerahkan upeti hasil pertanian
masyarakatnya kepada Sunan Amangkurat II, Sunan Mataram (sekarang solo) di Jawa
Tengah.
Akhirnya sebagai pengabdiannya kepada mataram, RA
Wiratanu II menugaskan Dalem Aria Kidul untuk berangkat ke mataram membawa
sebuah surat yang ditunjukan kepada Sunan Amangkurat II da n sebuah bingkisan
yang berisi tiga butir paddi dan tiga butir merica. Tiga butir padi mengandung
arti bahwa Kabupaten Cianjur yang saat itu baru berdiri dan belum bisa
mensejahterakan rakyatnya, sedangkan tiga butir merica mengandung arti meskipun
masih miskin, namun Cianjur siap berperang untuk mempertahankan harga dirinya
jika di hina.
Ketika Sunan Amankurat II menerima bingkisan unik
tersebut, ia memahami kondisi Cianjur yang baru berdiri dan masih belum mandiri
perekonomiannya. Namun karena kesungguhan Cianjur mengabdi pada mataram, Sunan
Amangkurat II memberikan beberapa hadiah kepada Bupati Cianjur, yaitu seekor
kuda jantan berwarna hitam, pohon Saparantu, dan sebilah keris bertahtakan
intan berlian yang diambil langsung dari pinggangnya.
Dalem Aria Kidul sangat gembira atas hadiah
tersebut, baginya itu sebagai anugrah bagi Bupati Cianjur. Oleh karena itu
sepanjang perjalanan menuju Cianjur, kuda tersebut dibiarkan kosong tidak
ditunggangi siapapun, karena ia beranggapan bahwa kuda tersebut diperuntukan
Bupati Cianjur, jadi yang berhak menungganginya hanya RA Wiratanu II, Bupati
Cianjur. Benar saja, sesampainya di Cianjur Kuda Hitam tersebut langsung di
naiki oleh RA Wiratahu II dan langsung di arak dan di iringi oleh adik-adiknya
serta rakyatnya mengelilingi Kota Cianjur. Konon sepanjang masa pemerintahannya
RA Wiratanu II selalu menungangi kuda tersebut saat menjamu tamu serta
berperang melawan belanda.
Jadi dari sebuah anggapan Aria Kidul tersebut, bisa menjadi
sebuah tradisi oleh masyarakat Cianjur yag bisa kita jumpai dalam merayakan setiap
HUT kota Cianjur sekarang-sekarang ini. Bahkan ada yang beranggapan bahwa jika ada parade di kota
Cianjur tanpa Kuda Kosong maka parade tersebut menjadi hambar dan kurang
lengkap. Namun apapun itu tradisi Kuda Kosong ini sudah menjadi sebuah tradisi di Indonesia yang patut kita lestarikan agar bisa kita lihat sampai anak cucu
kita.
Sumber
: Luki Muharam, Devisi
Sejarah Lembaga Kebudayaan Cianjur (LKC), Devisi Sejarah Paguyuban Pasundan Ka.
Cianjur.
EmoticonEmoticon