Batik Motif Kawung


Batik Motif Kawung - Pada Oktober 2009 dengan bangga Batik mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi. Dari situ lah batik mulai dilihat oleh seluruh dunia. Di Indonesia sendiri banyak sekali motif-motif batik yang indah serta memiliki filosofi-filosofi yang menarik. Di post pertama tentang motif batik ini admin sangat tertarik akan motif batik yang satu ini, motif batik itu adalah batik motif kawung.
Motif kawung berasal dari jawa, motif ini berupa 4 lingkaran atau lonjongan mengelilingi lingkaran kecil sebagai pusat dengan susunan memanjang menurut garis diagonal miring ke kiri dan ke kanan berselang seling. Melambangkan 4 arah mata angin atau sumber tenaga yang megelilingi yang berporos pada satu kekuatan. Empat lambing arah mata angin itu adalah timur (matahari terbit melambangkan sumber kehidupan), utara (gunung melambangkan temat tinggal para dewa, tempat roh/kematian), barat (matahari terbenam melambangkan turunnya keberuntungan), selatan (zenith melambangkan puncak segalanya).   
Kata kawung sendiri bisa dihubungkan kata kwangwung, yakni sejenis serangga yang berwarna coklat mengkilap dan indah. Kata kawung bisa juga bermakna sebagai sejenis pohoh palem, aren atau buah dari pohon aren (kolang-kaling).  Bentuknya merupakan penampang lintang (irisan) dari buah tersebut yang memperlihatkan bentuk oval dari keempat bijinya. Beberapa berpendapat komposisi biji buahnya itu merupakan penyederhanaan dari 4 kelopak bunga lotus (teratai) yang sedang mekar atau juga merupakan pengembangan dari sisik ikan.
Jaman dahulu, batik motif kawung hanya dikenakan dikalangan kerajaan. pejabat kerajaan yang mengenakan batik motif kawung mencerminkan pribadinya sebagai pemimpin yang mampu mengendalikan hawa nafsu serta menjaga hati nurani agar dapat seimbang dalam perilaku kehidupan manusia. Filosofi batik ini sebagai lambing keperkasaan dan keadilan. Tetapi setelah Negara Mataram dibagi menjadi dua yaitu Surakarta dan Yogyakarta, maka batik kawung dikenakan oleh golongan yang berbeda. Di Surakarta batik kawung dipakai oleh golongan pangakat punakawan dan abdi dalem jajar priyantaka, sedangkan di Yogyakarta batik kawung dipakai oleh sentana dalem.
Biasanya motif-motif kawung diberi nama berdasarkan besar kecilnya bentuk bulat lonjong yang terdapat dalam suatu motif tertentu. Misalkan kawung pacis adalah motif kawung yang tersusun olh bentuk bulatan kecil. Sedangkan kawung yang bentuknya bulat lonjong lebih besar disebut kawung sen.
Pada dasarnya bahwa batik klasik dapat menunjukan tanda-tanda bagi seseorang tentang statusnya. Pada batik kawung tanda tersebut berupa gambaran motif dan warna yang mengandung arti filosofis. Oleh karena itu untuk mengetahui peranan semiotik pada batik kawung perlu kiranya mengkaji berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada ketiga hubungannya, yaitu objek, media dan interpretasi.
Objek
Pada batik kawung terdapat aspek symbol, yaitu sistem tanda yang mengarah kepada suatu pengertian yang terkait dalam konvensi tertentu pada waktu itu. Symbol pada batik kawung dapat diartikan sebagai suatu wujud dari bentuk yang mempunyai maksud tertentu dalam menyatakan hal-hal yang tidak nampak. Maksud dan tujuan dari penciptaan motif pada batik kawung adalah didasar kan adanya "rasa nembah" (bersujud), mendidik berbuat sabar, hati-hati, teliti, tekun dan berbuat baik.
Media
Pada batik kawung terdapat aspek quali-sign, yaitu penampilan kualitas fisik dari bentuk motif kawung dan warnanya serta bahan yang digunakan. Pengertian motif pada batik kawung didasari oleh pohon aren yang buahnya disebut "kolang-kaling", dan bunga teratai yang mempunyai buah bentuknya bulatan lonjong sebanyak empat buah ditambah satu titik ditengahnya sebagai pusat. Warnanya terdiri dari tiga warna, yaitu putih yang berarti kejujuran, coklat berarti sabar dan biru wedel berarti keluhuran. Bahannya terbuat dari mori halus sebagai kain sinjangan yang dalam bahawa Jawa disebut jarit.
Interpretasi
Pada batik kawung terdapat aspek disent yang memberikan tanda sebagai arti kepada sesuatu yang boleh dan tidak boleh. Hal ini berhubungan dengan pemakaian batik kawung, yaitu yang berhak mengenakannya adalah para abdi dalem keraton yang kinasih, artinya abdi yang dekat dengan raja atau keluarga raja. Mulai abdi rendahan (emban dan punakawan) sampai yang berkedudukan tumenggung, dan dipakai dalam kegiatan tertentu seperti upacara ritual dan resepsi perkawinan.

Previous
Next Post »