Candi Hindu - Candi Badut



Candi Hindu - Candi Badut - Candi adalah sebuah bangunan peningalan-peninggalan kebudayan di zaman purbakala. Pada zaman dulu candi digunakan sebagai tempat pemujaan para dewa-dewa atau tempat ibadahnya agama budha dan hindu. Sekarang ini candi menjadi sebuah tempat bukan hanya rekseasi saja, tapi juga tempat belajar untuk mengenal dan mengetahui sejarah candi tersebut. Di indonesia sendiri terdapat banyak sekali candi-candi peninggalan kerajaan-kerajaan di masa lampai. Candi berdasarkan latar belakang keagamaannya dibedakan menjadi Candi Hindu dan candi Budha, dan salah satu candi Hindu di Pra Majapatih adalah Candi Badut.


Candi Badut adalah Candi Hindu yang terletak di Dukuh Gasek, Desa Dinoyo, Kelurahan Karang Beseki, Kecamatan Sukun, dibagian barat Kota Malang Jawa Timur. Kata Badut diduga berasal dari bahasa Sanskerta Bha-dyut yang berarti sorot Bintang Canopus atau Sorot Dewa Agastya.Candi dianggap sebagai tonggak awal tampilnya Jawa Timur di panggung sejarah.
Candi ini diperkirakaan berumur 1400 tahun, prasasti yang mendukung candi badut adalah Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 Masehi bertulis huruf kawi dan bahasa sanskerta. Prasasti tersebut menceritakan bahwa pada awal abad VIII masehi ada sebuah kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan dengan bernama Dewa Shima. Sang Raja mempunyai putra berbama Lisma. Setelah dewasa, ia menggantikan ayahnya menjadi raja dan bergelar Gajayana. Raja Gajayana membangun candi badut ini untuk tempat pemujaan untuk Dewa Agastya (Siwa Mahaguru).
Candi badut ditemukan pertama kali pada tahun 1921. Saat ditemukan, Candi badut berupa gundukan bukit batu dan reruntuhan bagunan yang sudah ditumbuhi oleh pohon-pohon besar yang berada di tengah sawah. Orang pertama yang memberitahukan keberadaan Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang controling (pegawai pemerintaha Hindia belanda) yang bertugas dimalang. Candi Badut dibangun kembali pada tahun 1925 sampai 1927 dibawah pimpinan De Haan dari jawbatan Hindia Belanda. Selanjutnya, dilakukan kembali pada tahun 1992 sampai 1993 oleh Suaka Purbakala Jawa Timur.
Bangunan yang terbuat dari batu andesit ini berdiri di atas batur setinggi sekitar 2 m. Batu ini sangat sederhana, tanpa hiasan relief, membentuk selasar selebar sekitar 1 m di sekeliling tubuh candi. Di sisi kanan bagian depan batur terdapat pahatan tulisan Jawa (hanacaraka) yang tidak jelas waktu pembuatannya.
Tangga menuju selasar di kaki candi terletak di sisi barat, tepat di hadapan pintu masuk ke ruang utama di tubuh candi. Pada bagian luar dinding pengapit tangga terdapat ukiran yang sudah tidak utuh lagi, namun masih terlihat adanya pola sulur-sulur yang mengelilingi sosok orang yang sedang meniup seruling. Jalan masuk ke garba graha (ruang dalam tubuh candi) dilengkapi dengan bilik penampil sepanjang sekitar 1,5 m. Pintu masuk cukup lebar dengan hiasan kalamakara di atas ambang pintu.
Dalam tubuh candi terdapat ruangan seluas sekitar 5,53 x 3,67 meter2. Di tengah ruangan tersebut terdapat lingga dan yoni, yang merupakan lambang kesuburan bagi. Pada dinding di sekeliling ruangan terdapat relung-relung kecil yang tampaknya semula berisi arca.
Dinding candi dihiasi dengan relief burung berkepala manusia dan peniup seruling. Di keempat sisi tubuh candi juga terdapat relung-relung berhiaskan bunga dan burung berkepala manusia.Di dinding luar sisi utara tubuh candi terdapat arca Durga Mahisasuramardini yang tampak sudah rusak. Di sisi selatan seharusnya terdapat arca Syiwa Guru dan di sisi timur seharusnya terdapat arca Ganesha. Keduanya sudah tidak ada lagi di tempatnya.
Rahasia yang terungkap, menurut arkeolog Prof. Dr. Poerbatjaraka nama Badut merupakan berasal dari nama asli Raja Gajayana, yaitu Liswa. Kata Liswa menurut kamus sanskerta berarti anak komedi atau tukang tari, dan dalam bahasa jawa disebut Badut.

Previous
Next Post »