Upacara Hajat Sasih Kampung Naga - Jika kita membicarakan
budaya indonesia, maka itu tidak akan ada habisnya. Mengenal dan mencintai
budaya lokal merupakan salah satu bentuk kecintaan kita terhadap negara kita
sendiri. Budaya harus terus kita lestarikan agar tidak tidak diakui oleh bangsa
lain dan agar bisa bertahan dari perkembangan jaman yang semakin modern seperti
sekarang ini. Salah satu satu budaya unik yanga ada di tataran tanah Sunda
adalah budaya dari Kampung Naga. Kampung ini terdapat di Desa Neglasari
Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat.
Seperti yang kita ketahui,
Kampung Naga merupakan suatu
perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam
memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda.
Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menyiman khazanah budaya dan lingkungan
sehingga Kampung Naga dijadikan objek kajian antropologi mengenai kehidupan
masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju
pengaruh Islam di Jawa Barat.
Masyarakat Kampung Naga memiliki cukup banyak
upacara adat dan keagamaan yang sudah terprogram dengan baik setiap tahunnya.
Hal ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lampau dan masih bertahan
sampai sekarang. Upacara adat dan tradisi Kampung naga tersebut masih
terpelihara dengan baik, salah satu ucapara adat yang senan tiasa dilakukan di
Kampung Naga adalah Upacara Hajat Sasih.
Hajat sasih merupakan upacara ritual terbesar bagi
masyarakat Kampung Naga. Semua masyarakat Kampung Naga menyambut dengan
sebaik-baiknya, karena upacara hajat sasih ini sudah menjadi acara rutin
dan terarur yang dilakukan dua bulan sekali. Maksud dan tujuan dari upacara ini
adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, serta
menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah
diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.
wak tu penyelenggaraan upacara ritual Hajat Sasih digela secara tetap, berlangsung enam kali dalam setahun, dan dengan waktu yang sudah ditentukan. alternatif waktu penyelenggaraan hajat sasih adalah sebagai berikut :
wak tu penyelenggaraan upacara ritual Hajat Sasih digela secara tetap, berlangsung enam kali dalam setahun, dan dengan waktu yang sudah ditentukan. alternatif waktu penyelenggaraan hajat sasih adalah sebagai berikut :
- Bulan Muharam, tanggal 26, 27, atau 28
- Bulan Maulud, tanggal 12, 13, atau 14
- Bulan Jumadil Akhir, tanggal 16, 17, atau 18
- Bulan Rewah, tanggal 14, 15, atau 16
- Bulan Syawal, tanggal 1, 2, atau 3
- Bulan Rayagung, tanggal 10, 11, atau 12
Upacara ritual hajat sasih scara
garis besar kegiatannya diawali dengan ‘Beberesih’, yang dilakukan dengan cara
mandi secara bersama-sama di sungai Ciwulan. Beberesih artinya membersihkan
diri, yang mengandung makna bukan hanya membersihkan jasmani (fisik) namun juga
membersihkan rohani (jiwa) dari berbagai anasir jahat yang menempel dan
mengotori tubuh serta jiwa. Kegiatan beberesih ini ditandai dengan isyarat
bunti kentongan di mesjid. Mendengar bunyi kentongan tersebut, masyarakat
Kampung Naga yang akan berziarah, secara hampir bersamaan keluar rumah dan
menuju lokasi yang sudah ditentukan sisi Sungai Ciwulan.
Kedatangan kuncen tanda dimulainya upacara
beberesih. Usai mandi disungai, kegiatan beberesih dilanjutkan dengan berziarah
ke makan leluhur masyarakat Kampung Naga. Mereka percaya bahwa leluhur mereka
adalah Sempah Dalem Eyang Singaparana yang dimakamkan di Leuweung Laranga (hutan
tutupan yang tidak boleh sembarangan dikunjungi). Di Leuweung laranga juga
terdapat dua makam lainnya, yang dipercaya sebagai makam para pengawal
setianya.
Para peziarah yang hendak
mengunjungi leluhur yang sangat dihormatinya tersebut harus memenuhi beberapa
ketentuan adat. Pertama, mendapat izin dari kuncen sebagai pemangku adat.
Kedua, ziarah hanya boleh dilakukan oleh kaum laki-laki da belum pernah
berangkat menunaikan ibadah haji. Dan yang ketiga, fisik hatinya harus bersih,
hal inilah yang menyebabkan para peziarah diwajibkan beberesih dahulu sebelum
berziarah ke malam leluhur mereka.
Upacara dimulai setelah kuncen
menyimpan sesajen di Bumi Ageung yang kemudian bergegas menuju makan
leluhurnya. Satu persatu peziarah mengikuti kuncen, sembari membaya keikat sapu
lidi sebagai salah satu peralatan untuk membersihkan makam yang sebelumnya
sudah disiapkan sebelumnya. Puluhan, bahkan ratusan peziarah laki-laki dewasa
Kampung Naga yang sebagian besar berpakaian jubah putih berjalan beriringan
menyusuri jalan setapak menuji Leuweung larangan dengan menenteng seikat sapu
lidi.
Begitu sampai di depan makam, kuncen
memimpin rombongan para peziarah untuk berhenti sejenak, memberikan
penghormatan kepada leluhurnya yang dimakamkan disana. Memebritahukan bahwa
saat itu keturunan/ anak cucu Kampung Naga sudah berkumpul dan menyampaikan
maksud dan tujuannya menggelah hajat sasih. Tidak lupa, kuncen menyiapkan
sesajen, sekedar perwujudan kepatuhan para seuweu siwi masyarakat Kampung Naga
terhadap leluhurnya. Acara dilanjutkan dengan membersihkan sampah dedaunan
kering dan kotoran lainnya yang berserakan serta terhampar disekitar tanah
makam. Usai bersih-bersih, dengan tertib mereka duduk bersila diatas tanah
leluhurnya. Masing-masing berdoa dalam hati untuk memohon
keselamatan, kesejahteraan, dan kehendak masing-masing peserta. Setelah itu
kuncen memimpin pembacaan ayat-ayat Suci Al-Quran dan diakhri dengan doa
bersama.
Upacara ziarah ke makam Sembah Dalem
Eyang Singaparan berlangsung sampai menjelang dzuhur. Usai berziarah satu
persatu peziarah meninggalkan makam, membentuk barisan panjang dengan sapu lidi
dipundaknya masing-masing. Orang terakhir yang meninggalkan makan adalah
kuncen. Selanjutnya mereka berwudzu untuk melaksanakan shalat dzuhur secara
berjamaah.
Upacara ritual hajat sasih
melibatkan kaum perempuan dalam upaya mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk
pembuatan nasi tumpeng berikut lauk pauknya. Seusai para suami mereka
melaksanakan shalat dzuhur berjamaah, nasi tumpeng berikut laik pauknya sesuai
dengan kemampuanya masing-masing, yang sudah dipersiapkan di dalam Boboko
diantar ke mesjid. Semua hidangan tersebut sebagai ungkapan rasa syukur, dan
tidak boleh dijaman atau dimakan sebelum diberkati dalam doa syukur bersama.
Kegiatan syukuran dilaksanakan
sebagai ungkapan kegembiraan dan rasa syukur mereka kepada leluhurnya, karena
upacara hajat sasih telah berlangsung dengan aman dan lancar. Sebagai penganut agama
islam, tentu saja ungkapan tersebut terutama disampaikan kepada Allah SWT.
EmoticonEmoticon